Fenomena Hedonic Adaptation & Pleasure Fatigue


Kita Hidup di Era Yang Terlalu Mudah Bahagia, Sampai Akhirnya Sulit Bahagia.

Banyak penonton merasa konten yang dulu dianggap brilian, cerdas, mendalam, dan mind blowing kini terasa datar, hambar, bahkan membosankan. 

Bukan karena kualitas pembuat konten menurun. Justru sebaliknya—standar dopamin penonton yang naik tidak realistis.

Fenomena ini masuk dalam beberapa istilah yang makin sering dibahas di tahun 2025:

- Hedonic Adaptation

- Pleasure Fatigue

- Paradox of Progress

- Diminishing Return of Pleasure

Semua istilah tersebut merujuk pada satu hal: kita terbiasa dimanjakan kesenangan sehingga kemampuan menikmati hal sederhana perlahan rusak.

Hedonic Adaptation dalam Sosial Media Modern dan Konten YouTube Edukasi

Sekarang akses informasi sangat mudah. Scroll sebentar dapat pengetahuan baru, gosip politik, teori konspirasi, video robot humanoid, sampai AI yang bisa membuat wajah lebih cantik dari kamera asli.

Akibatnya, standar kepuasan ikut meningkat dan berubah menjadi semua harus lebih bagus daripada yang sebelumnya.

Di dunia psikologi, kondisi ini disebut dopamin overconsumption. Dalam konteks dunia digital, ini adalah fenomena dopamin scroll economy.

Contoh Fenomena Jurassic Park dan Godzilla

Dulu pertama kali melihat Jurassic Park 1990-an, banyak orang terpukau dengan efek CGI sederhana. Namun setelah ada seri terbaru yang visualnya jauh lebih canggih, reaksi publik justru biasa saja.

Anehnya, film yang CGI-nya buruk justru tetap dianggap masterpiece.

Hal serupa terjadi dengan:

- Film Marvel

- Serial fantasi

- Game open world

- Novel fiksi klasik

Karena otak sudah pernah mencapai puncak rasa kagum, versi berikutnya harus lebih ekstrem agar memicu respons yang sama.

Kenapa Konten Edukasi YouTube Lama-Lama Terasa Menjemukan?

Masalahnya bukan pada konten. Masalahnya otak modern sudah terbiasa konsumsi kesenangan beruntun.

Semua dikonsumsi seperti snack — bukan diproses, bukan diterapkan.

Saat satu konten sedikit turun kualitasnya, otak langsung mengirim sinyal ini tidak sebagus yang dulu.

Padahal dulu penonton bisa menikmati konten 10 menit hanya karena penasaran. Sekarang konten 60 detik pun terasa panjang.

Fakta Tidak Lagi Menarik, Fantasi Justru Diidolakan

Saat kenyataan kalah dari fantasi, manusia mulai menolak realita.

Ada kisah di Cina tentang seseorang yang selingkuh digital dengan chatbot AI karena chatbot tersebut bisa diatur karakter, nada bicara, sifat, dan penampilan virtualnya.

Fenomena ini bukan soal cinta, tetapi soal kontrol atas fantasi. Yang nyata terasa kurang. Yang tidak nyata justru terasa ideal. Ini adalah puncak masalah diminishing return of pleasure.

Solusi Mengatasi Hedonic Adaptation

Ada dua strategi utama:

Kembalikan Makna melalui Proses dan Kesulitan

Contohnya sudah diterapkan dalam industri otomotif mewah seperti:

- Bugatti

- Rolls Royce

- Koenigsegg

- Pagani

Si kaya tetap harus mengantri 2–3 tahun walaupun uangnya ada.

Tujuannya: agar rasa memiliki kembali berharga.

Karena kenikmatan tanpa tantangan akan kehilangan nilai.

Ikut Terlibat Dalam Proses, Bukan Hanya Menikmati Hasil

Pertanyaan refleksi:

Mana yang lebih memuaskan?

Membeli smartphone baru, atau menciptakan smartphone yang dibeli orang?

Jawabannya hampir selalu menciptakan. Kebahagiaan yang melibatkan keterlibatan diri—bukan konsumsi pasif—lebih tahan lama.

Jika merasa bosan menonton konten edukasi yang dulu terasa sangat menarik, coba renungkan:

- Apakah benar kontennya menurun?

- Atau otak sudah terlalu terbiasa dengan sensasi baru?

- Apakah selama ini hanya menikmati pengetahuan, atau ikut mempraktikkannya?

Karena orang yang berjuang bersama konten akan merasa terhubung lebih dalam dibanding orang yang hanya menonton.

Hidup modern membuat manusia lebih kaya hiburan tetapi lebih miskin rasa syukur.

Semakin mudah kesenangan didapat, semakin sulit bahagia.

Maka, mulai libatkan diri dalam proses, bukan sekadar menikmati hasil.

Karena kebahagiaan bukan dari banyaknya yang dikonsumsi, tetapi dari apa yang dibangun, diperjuangkan, dan dimaknai.

Comments

Popular posts from this blog

Nyamankah dengan Gaji Customer Service Call Center Indonesia 2025

Kesalahan Grammar yang Bikin Malu: Bedain “Your” vs “You’re” dan “Its” vs “It’s”, Yuk!

Cara Cepat Mahir Mengetik 10 Jari Tanpa Melihat Keyboard – Wajib Tahu Buat Pelamar Call Center & Fresh Graduate!