Dugaan Skandal Korupsi Kereta Cepat 73 Triliun

Nah, begitulah kira-kira saat isu kejanggalan KCIC dan dugaan korupsi Rp73 triliun beredar di jagat politik Indonesia. Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung ternyata dihantui anomali sejak hari pertama batu pertama ditancapkan.

Namun mari putar balik dulu. Sebab banyak orang bertanya, mengapa isu ini mendadak ramai? Salah satu pemicunya adalah sikap menkue, pejabat yang disebut-sebut sangat tegas, ketika menolak penggunaan APBN untuk menambal kerugian KCIC.

Perkataan tersebut menyentil logika publik: ketika untung, perusahaan dipuji-puji. Ketika merugi, negara yang menutupinya. Dalam bisnis, itu kedengarannya tidak objektif.

Tender Kereta Cepat Pilih Cina, Padahal Jepang Lebih Murah Bunganya

Kenapa tender KCIC dimenangkan Cina? Pada awalnya, konsorsium Cina menawarkan skema 5,5 miliar dolar. Jepang menawarkan 6,2 miliar dolar, namun dengan bunga hanya 0,1% per tahun. Cina menawarkan bunga 2%—20 kali lipat lebih tinggi.

Secara matematis, siapa pun yang pernah menghitung kredit rumah tahu bahwa selisih bunga adalah bom waktu jangka panjang. Logikanya, Jepang seharusnya lebih aman. Tetapi pemerintah justru memilih Cina karena dianggap tidak membebani APBN. Ironisnya, akhirnya APBN tetap diminta menopang kerugian.

Biaya Melonjak dari 5,5 Miliar Dolar Jadi 7,2 Miliar Dolar

Awalnya terlihat murah, tiba-tiba muncul biaya tambahan. Tidak ada fasilitas baru, tidak ada perubahan rute drastis, tetapi angka perjuangan dari miliaran dolar naik tanpa alasan masuk akal. Alasan resmi memang ada: geologi, pembebasan tanah, proyek sempat berhenti saat pandemi. Tetapi tetap saja, lonjakan lebih dari Rp30 triliun bukan angka kecil.

Itu mengundang pertanyaan rakyat:

“Apakah terjadi markup?”

“Siapa yang bermain?”

“Kenapa tidak transparan sejak awal?”

Jalur Jakarta–Bandung Tidak Urgen

Lucunya, masyarakat tidak pernah benar-benar meminta transportasi super cepat untuk jarak yang relatif dekat. Ada kereta reguler, jalan tol, travel, bahkan pesawat jika ingin gaya bisnis. Hasil akhirnya pun lucu: waktu tempuh dari rumah ke stasiun, naik kereta cepat, turun di Halim, lanjut perjalanan ke pusat kota—totalnya bisa setara mobil pribadi: sekitar 2 jam - 2,5 jam.

Ketika jarak dekat memberi hasil mirip, muncul pertanyaan: kenapa ratusan triliun dipakai membangun moda yang tidak menyelesaikan masalah inti?

Pakar Transportasi Tidak Dilibatkan

Menteri Perhubungan, dikabarkan tidak dilibatkan dalam penyusunan proyek besar ini. Katanya, justru pengelolaan dipegang oleh pihak yang memiliki reputasi kontroversial dalam pemberitaan nasional—mulai dari isu migas hingga dugaan jaringan mafia.

Untuk proyek ratusan triliun, publik berharap ahli mengambil posisi utama, bukan figur yang dituduh publik sering bermain di wilayah abu-abu.

Hitungan Bisnis Tidak Masuk Akal

Biaya operasional KCIC sekitar Rp2,8 miliar per hari. Pendapatan dari penumpang kira-kira bisa memberikan margin keuntungan sekitar Rp2 miliar per hari. Setahun, KCIC bisa menyimpan surplus sekitar Rp700 miliar.

Sayangnya, pembayaran bunga utang saja sekitar Rp2 triliun – Rp3 triliun per tahun. Itu hanya bunganya, bukan pokoknya. Artinya bahkan jika proyek berjalan 100 tahun pun, hutang tidak terkejar. Para ekonom mengatakan istilahnya:

“Ini proyek yang tidak mungkin balik modal.”

“Tidak Gunakan APBN” — Tetapi Kenyataannya Minta APBN

Kalimat manis di awal proyek: *“Tidak menyentuh APBN.”*

Kalimat realitas: *“APBN diperlukan untuk menutup kekurangan.”*

Inilah alasan munculnya kemarahan menkue. Jika sejak awal dijual sebagai proyek BUMN vs BUMN, maka logikanya ketika rugi, BUMN yang menanggung—bukan uang rakyat.

Begitu pernyataan itu muncul, internet bergetar. Muncul narasi baru: dugaan korupsi KCIC Rp73 triliun.

Dari Sisi Politik, Nama Mulyono Terseret

Walaupun banyak analisis berharap masa pensiun seorang mantan presiden berjalan damai, justru isu ini menyeret nama Mulyono lagi dan lagi. Bukan karena tuduhan langsung, tetapi karena keputusan dan kebijakan besar pada periode pemerintahannya dianggap menjadi akar dari persoalan.

Dalam politik, persepsi kadang lebih tajam daripada fakta.

Narasi Korupsi 73 Triliun Mengudara

Setiap angka besar akan mempercepat panasnya opini publik. Angka Rp73 triliun muncul sebagai viral keyword di media sosial dan kanal YouTube investigasi. Tuduhan ini belum tentu terbukti, tetapi opini publik sudah terlanjur berjalan. Proyek kereta cepat yang seharusnya membanggakan, justru berubah menjadi ekspedisi mencari kebenaran.

Proyek KCIC dibangun dengan banyak kejanggalan sejak konsep awal. Mulai dari tender, tidak dilibatkannya pakar, perhitungan ekonomi yang tidak wajar, sampai potensi beban APBN yang awalnya “dijamin tidak akan disentuh”.

Apakah KCIC pada akhirnya akan menguntungkan? Waktu akan menjawab. Namun, publik berhak tahu, bahwa uang negara bukan permainan diam-diam.

Comments

Popular posts from this blog

Kesalahan Grammar yang Bikin Malu: Bedain “Your” vs “You’re” dan “Its” vs “It’s”, Yuk!

Nyamankah dengan Gaji Customer Service Call Center Indonesia 2025

Belajar Ngomong Inggris Lebih Lancar ala Call Center Indonesia