Pemikiran Hasan Basri dan Rabiah Al-Adawiyah: Kritik Ulama Formalis dan Perjalanan Tasawuf Islam

 

Nama Hasan Basri dikenal sebagai seorang ulama zuhud yang hidup penuh ketulusan. Ceramahnya sering disertai tangisan tanpa henti, karena hatinya begitu lembut oleh cinta kasih Tuhan. Setiap kalimat yang keluar darinya terasa menyentuh, membuat banyak orang menyadari bahwa agama bukan hanya soal hafalan fikih, melainkan juga tentang kebeningan hati.

Rabiah Al-Adawiyah dan Konsep Cinta Ilahi

Dari jejak Hasan Basri, lahirlah tokoh besar bernama Rabiah Al-Adawiyah. Ajarannya sederhana namun dalam: hidup sebagai hamba yang sepenuhnya pasrah dan hanya mencari ridha Tuhan. Cinta kepada Sang Pencipta begitu meluap, hingga tidak ada ruang tersisa untuk kebencian atau amarah. Bahkan ancaman neraka pun baginya bukan sesuatu yang menakutkan, sebab yang terpenting hanyalah tetap dekat dengan cinta kasih Ilahi.

Mengapa Hasan Basri Mengkritik Ulama Formalis?

Perjalanan hidup Hasan Basri berubah saat ia pindah ke Basrah. Di kota itu, Islam seolah hanya menjadi simbol politik dan budaya. Para ulama sibuk menuduh satu sama lain sesat, sementara korupsi dan ketidakadilan merajalela. Hasan Basri lalu mempertanyakan: mengapa ulama lebih sibuk dengan tata bahasa, tafsir, dan logika, tetapi melupakan esensi ajaran Islam yaitu akhlak mulia, ikhlas, sabar, serta kasih sayang kepada sesama?

Tasawuf dan Lahirnya Tarekat

Perjalanan tasawuf awalnya begitu murni, menekankan cinta kasih, kesederhanaan, dan kedekatan pribadi dengan Tuhan. Namun setelah muncul tokoh seperti Abu Yazid al-Busthami dan al-Hallaj, gelombang spiritualitas yang ekstrem menciptakan kontroversi. Demi mencari kompromi, lahirlah tarekat-tarekat dengan metode wirid dan ritual tertentu. Awalnya untuk membimbing murid, namun lama-kelamaan justru muncul persaingan, klaim karamah, hingga penyimpangan yang menjauh dari ajaran tasawuf sejati.

Kritik Hasan Basri tentang Dunia dan Kekuasaan

Dalam pandangan Hasan Basri, akar kerusakan umat justru datang dari cinta berlebihan terhadap dunia: harta, jabatan, dan popularitas. Baginya, dunia boleh mengikuti manusia, tapi manusia tidak boleh tunduk mengejarnya. Dari titik inilah ia menolak menjawab pertanyaan fikih yang hanya berhenti pada teknis, dan lebih menekankan pada keikhlasan hati serta kesadaran penuh terhadap Tuhan.

Robohnya Peradaban Islam Akibat Penyimpangan

Guru Gembul menegaskan bahwa ketika tasawuf mulai dijadikan komoditas dan para guru mengklaim otoritas spiritual, maka yang terjadi justru runtuhnya peradaban Islam. Ajaran asli yang menekankan kebersihan hati berubah menjadi praktik kultus terhadap guru dan wirid mekanis. Inilah titik di mana logika mati, kreativitas terkekang, dan spiritualitas kehilangan kemurniannya.

Hikmah yang Bisa Dipetik

Dari Hasan Basri hingga Rabiah al-Adawiyah, pesan utama yang dapat dipelajari adalah sederhana: agama bukan sekadar ilmu tata bahasa atau tafsir, melainkan perjalanan hati menuju cinta kasih Tuhan. Ketika hati bersih, segala amarah, kebencian, dan kesombongan akan sirna, digantikan dengan kasih sayang yang meluber kepada sesama manusia.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Jawab Pertanyaan “Ceritain Tentang Diri Kamu” di Interview Call Center Indonesia

Tips Simulasi Mock Call Center Indonesia

Tips Interview Call Center Indonesia Jawab Kenapa Kami Harus Merekrut Kamu?