Cerita Interview Call Center: Kisah Mantan Calon Guru yang Berakhir di Dunia BPO
Gak semua orang yang nyasar ke dunia call center itu tersesat. Kadang, justru di sanalah mereka akhirnya nemu jalan yang cocok. Kayak seorang lulusan pendidikan yang awalnya pengen banget jadi guru, tapi malah nemuin passion baru di dunia BPO. Dan kisahnya ini, jujur, relatable banget buat siapa pun yang lagi bingung soal masa depan.
Iya, kamu gak salah baca. Wawancara ini sempat nyasar ke pertanyaan absurd: “Kenapa pizza bentuknya bulat?” Tapi justru dari situ kelihatan gimana dia bisa menjelaskan dengan logika dan antusiasme tinggi, bahkan sambil ngasih resep homemade pizza ala dia sendiri. Ini bukan cuma pinter ngomong, tapi juga tahu kapan harus jelasin dengan santai tapi tetap terstruktur—kemampuan yang penting banget di dunia customer service.
Dari Dunia Pendidikan ke Customer Service: Lompatan atau Strategi?
Awalnya punya mimpi besar: jadi guru. Tapi ketika realita di lapangan menunjukkan kalau butuh waktu lima sampai sepuluh tahun untuk dapat posisi tetap di sekolah negeri, dia mulai mempertimbangkan alternatif. Salah satunya: kerja di BPO atau jadi guru ESL.
Kenapa pilih call center? Karena menurut dia, tugasnya lebih menantang, penuh variasi, dan ngajarin banyak soft skill. Mulai dari negosiasi, manajemen stres, sampai empati tingkat tinggi. Hal-hal yang gak terlalu kelihatan di profesi lain, tapi krusial buat berkembang.
Skill Interpersonal yang Siap Pakai
Dia sadar, jadi customer service itu bukan cuma soal jawab pertanyaan. Tapi juga soal menenangkan pelanggan yang kecewa, bikin mereka tetap loyal, dan mewakili brand. Dia bahkan udah punya simulasi jawaban buat pelanggan yang nerima baju salah kirim:
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Saya akan proses refund penuh secepat mungkin dan sebagai permintaan maaf, kami berikan kupon senilai $20 yang bisa digunakan kapan saja, tanpa masa kedaluwarsa. Dan, kamu boleh simpan baju yang salah kirim tadi.”
Profesional, empatik, dan efisien. Lengkap.
Cara Dia Menghadapi Tekanan Bukan Kaleng-Kaleng
Pernah kehilangan suara sehari sebelum tampil nyanyi di acara kampus? dia pernah. Tapi alih-alih nyerah, dia bikin naskah drama dadakan semalaman, ajak dua temannya buat mainin peran, dan tetap tampil walaupun dia cuma jadi bayangan di belakang panggung.
Hasilnya? Acara tetap jalan, dosen senang, dan dia belajar satu hal: kalau kamu cukup peduli sama tanggung jawabmu, selalu ada jalan keluar.
Kelebihan yang Kadang Jadi Kekurangan: Terlalu Banyak Bicara
Dia jujur banget waktu ditanya kelemahan. “Saya kadang kebanyakan ngomong,” katanya. Tapi dia gak berhenti sampai ngaku. Dia juga kasih solusi: pasang filter saat di lingkungan profesional. Belajar mikir sebelum ngomong. Dan katanya, makin lama makin bisa kontrol itu.
Waktu interviewer nanya, “Kamu ngomong kebanyakan gak sekarang?”
Jawabannya malah bikin ketawa:
“Kamu yang nilai deh. Aku belum bikin kamu pusing, kan?” Dan jawaban itu bikin suasana makin cair.
Kenapa Dia Bilang "Jangan Terima Saya"?
Di akhir sesi, interviewer lempar pertanyaan pamungkas: “Kenapa kami gak sebaiknya nerima kamu?”
Jawaban dia bikin mikir:
“Karena saya gak punya pengalaman di call center. Saya gak akan langsung bisa kerja selevel veteran. Tapi saya cepat belajar dan siap kerja keras. Kalau itu cukup, maka saya siap buktiin.”
Kejelasan, kejujuran, dan kepercayaan diri. Tiga modal utama buat sukses.
Soal Lingkungan Kerja yang Diidamkan
Dia lebih senang kerja bareng tim, tapi tetap fleksibel kalau harus kerja sendirian. Dia juga cari kantor yang bukan cuma kasih gaji, tapi juga ruang buat berkembang. Menurutnya, kerja itu bukan sprint—tapi maraton. Jadi tempat kerja yang suportif dan transparan bakal jadi ladang tumbuh terbaik.
Gaji dan Shift? Gak Ribet, Gak Nawar
Gaji gak disebut spesifik, tapi dia terbuka untuk kerja kapan aja, termasuk hari libur dan akhir pekan. Jadi buat tim HR, ini kandidat yang udah siap gas pol dari hari pertama.
Ketika interview selesai, dia bukan cuma pamit, tapi juga inisiatif buat panggil peserta berikutnya. Gestur kecil, tapi nunjukin attitude positif yang susah diajarkan.
Cerita dia ngingetin kita bahwa kadang, jalan paling tepat justru bukan yang pertama kali kita pikirin. Dunia call center bisa jadi batu loncatan, bukan pelarian. Dan selama kita punya niat, adaptif, dan gak takut belajar, tempat kerja manapun bisa jadi ruang berkembang yang luar biasa.
Siapa bilang mantan calon guru gak bisa jadi CS andalan?

Comments
Post a Comment