Apa Perlu Diturutin Permintaan Customer untuk Ditransfer ke Supervisor Call Center Indonesia?
Pernah nggak sih, pas baru aja angkat telepon dari pelanggan, mereka langsung minta bicara sama supervisor? Padahal kita belum sempat ngomong banyak. Nah, situasi kayak gitu emang lumayan sering kejadian, dan sebagai agen, kita harus tahu kapan harus nurutin dan kapan sebenarnya bisa kita tangani sendiri.
Sebenarnya, nggak semua pelanggan yang minta supervisor itu beneran butuh ditransfer. Kadang mereka cuma kecewa aja sama agen sebelumnya, atau belum yakin kita bisa bantu. Makanya, penting banget buat sounding percaya diri dan kasih kesan kalau kita paham dan bisa bantu.
Misalnya, ada pelanggan yang komplain karena nggak nerima nomor resi padahal dijanjikan akan dikirimin. Setelah dicek, ternyata penggantiannya udah diproses, cuma agennya lupa kirim email aja. Nah, daripada buru-buru transfer, kita bisa langsung bilang, “Oke, saya kirimin email tracking-nya sekarang juga ya, sambil kita masih di telepon.” Kata “sekarang” itu penting banget, karena nunjukin kalau solusi udah langsung disiapin.
Tapi, ada juga kondisi di mana transfer ke supervisor itu emang perlu, apalagi kalau masalahnya udah menyangkut hal yang cuma bisa diselesaikan oleh tim leader atau tim eskalasi. Kayak kebijakan perusahaan yang nggak bisa kita ubah, atau hal-hal teknis yang kita nggak punya aksesnya.
Ada cerita lucu juga nih dari pengalaman pribadi. Dulu, waktu masih baru banget kerja sebagai agen, ada pelanggan yang minta ubah alamat kirim karena salah input. Dia kasih kode pos Badung, tapi saya salah denger dan malah masukin “Bandung” karena kedengeran mirip. Ternyata yang dimaksud itu “Badung” di Bali. Duh, langsung deh pelanggan jadi marah dan minta supervisor.
Saya langsung konsultasi ke team lead dan untungnya dia ngasih saran yang bagus banget: balik lagi ke pelanggan, minta maaf dengan tulus, dan yakinkan bahwa kesalahan udah dibenerin. Hasilnya? Pelanggan bisa terima penjelasan dan nggak jadi minta ditransfer. Intinya, kalau memang kita yang salah, minta maaf dengan tulus dan kasih jaminan kalau hal itu nggak bakal kejadian lagi.
Sekarang, ada juga tipe pelanggan yang tetap ngeyel pengen supervisor cuma karena nggak suka sama solusi yang kita kasih. Biasanya mereka berharap dapet jawaban beda kalau yang ngomong supervisor. Nah, di sini kita harus jelasin dengan baik kalau bahkan supervisor pun nggak bisa ngasih solusi lain karena udah sesuai kebijakan. Bisa bilang, “Saya ngerti kalau ini mengecewakan, tapi kebijakan ini udah berlaku dari tahun 2010 dan berlaku untuk semua pelanggan.”
Tapi ya, tetap ada pelanggan yang bersikeras. Kalau udah mentok banget dan mereka tetap mau supervisor, ya sudah, transfer aja. Tapi sebelumnya, informasikan dulu ke team lead dengan jelas bahwa kita udah coba bantu sebisa mungkin. Jelaskan apa aja yang udah dilakukan dan kenapa pelanggan tetap minta ditransfer. Ini penting biar team lead paham dan nggak merasa kita cuma asal lempar masalah.
Kadang, yang bikin team lead kesel itu bukan karena mereka males bantu, tapi karena ngerasa agennya belum usaha maksimal. Jadi, sebagai agen, kita juga harus tanggung jawab dan bener-bener coba bantu dulu sebelum naik ke atas.
Oya, ada juga kondisi unik di mana pelanggan nggak mau kasih tahu masalahnya sama sekali, cuma ngotot minta supervisor. Nah, kalau gini, ya nggak banyak pilihan—langsung transfer aja, karena percuma juga kita tahan-tahan kalau mereka nggak mau ngobrol sama kita.
Kesimpulannya, jadi agen itu nggak cuma soal baca skrip dan ikutin alur, tapi juga soal ngerasain situasi dan ambil keputusan dengan bijak. Kalau bisa bantu, bantu dulu. Tapi kalau emang udah di luar batas, jangan ragu libatkan team lead. Selama kita udah usaha dan tanggung jawab, kita nggak salah kok.
Comments
Post a Comment