Bencana Ekologis Sumatera Utara & Fakta Monokultur Sawit
Sumatera Utara sedang mengalami krisis ekologis besar-besaran, dan bencana longsor serta banjir bandang yang menelan korban jiwa itu bukan peristiwa yang datang tiba-tiba. Penyebabnya telah ditanam bertahun-tahun melalui pembiaran kerusakan hutan, penambangan besar-besaran, dan ekspansi industri berbasis monokultur.
Karena itu, apa yang terjadi di Batang Toru bukan sekadar bencana alam; ini adalah hasil akumulasi kesalahan manusia yang berlangsung lama.
Monokultur Sawit dan Hijau yang Menipu dari Satelit
Menariknya, jika seseorang melihat Pulau Sumatera dari Google Earth, tampilannya terlihat sangat hijau. Namun hijau itu seringkali hanyalah hijau pudar perkebunan sawit, bukan hutan alami.
Zoom-in acak ke berbagai titik menghasilkan pola yang sama:
* barisan sawit rapi,
* blok-blok kebun monokultur,
* area hutan yang tampak hijau tetapi ternyata sudah diganti industri tanaman skala besar.
Bagi banyak orang, ini baru terlihat ketika disorot lebih dekat:
Hijau dari satelit ≠ hutan sesungguhnya.
Apa yang Membuat Banjir Bandang Sumut Sangat Parah?
Hujan itu cuma pemicu, tapi penyebab aslinya jauh lebih mengerikan.
Beberapa poin penting:
* batang kayu besar terseret arus,
* pohon yang tampaknya ditebang manusia, bukan roboh alami,
* ketidakhadiran akar besar penahan tanah di hulu sungai.
Pemerintah daerah menyebut pemicunya adalah siklon tropis di Selat Malaka. Namun tanpa kerusakan ekologis sebelumnya, hujan ekstrem tidak akan menghasilkan banjir bandang separah itu.
Kerusakan Hutan Batang Toru dan Penyebab Longsor Sumatera Utara
Di kawasan Batang Toru, keberadaan perusahaan-perusahaan besar menjadi fokus investigasi berbagai lembaga lingkungan. Menurut WALHI, terdapat tujuh perusahaan yang dianggap relevan dengan kerusakan kawasan tersebut.
Tambang Emas
Perusahaan ini diduga mengubah sekitar 300 hektar tutupan hutan menjadi area tambang emas yang beroperasi puluhan tahun.
Pembangkit Listrik
Mengambil area hutan hingga 350 hektar sepanjang 13 km DAS, dan inilah titik yang paling sering dikaitkan dengan gelondongan kayu terbawa arus.
Industri Ekaliptus
Ini yang paling besar. Ribuan hektar kawasan hutan dialihfungsikan menjadi kebun industri. Kasus konflik dengan masyarakat sudah berlangsung bertahun-tahun.
Perusahaan lain yang lebih kecil skala dampaknya:
* Mikro Hydro Power
* Geothermal
* Plantation
Mengapa Daerah Aliran Sungai (DAS) Sangat Kritis?
DAS seharusnya:
* bebas dari aktivitas berat,
* tetap memiliki tutupan vegetasi kuat,
* menjadi sapuan terakhir penahan air sebelum memasuki wilayah pemukiman.
Ketika DAS dirambah:
* air kehilangan penahan,
* tanah kehilangan ikatan,
* arus menjadi lebih cepat,
* lumpur dan kayu menjadi bom waktu.
Kerusakan DAS adalah salah satu penyebab utama banjir bandang ekstrem.
Perbandingan Kerusakan di Jawa dan Kalimantan
Kalimantan dari langit menunjukkan:
* tambang-tambang terbuka,
* lahan botak besar,
* blok-blok perkebunan sawit yang menggantikan hutan tropis.
Jawa sudah lebih parah: ruang hijau nyaris habis, sehingga krisis air dan banjir pun terjadi.
Sumatera terlihat hijau karena hutan tanaman industri dan kebun sawit, bukan hutan yang menopang ekosistem.
Kita Hidup di Dalam Lingkungan yang Kita Rusak
Bencana di Sumatera Utara menyentuh sisi kemanusiaan, tetapi akarnya adalah keserakahan dan pembiaran yang panjang.
Kerusakan lingkungan tidak hanya membunuh flora dan fauna, tapi:
* merenggut nyawa manusia,
* menghilangkan rumah,
* menyapu desa,
* menghancurkan masa depan.
Jika hutan hilang, kita kehilangan benteng terakhir.
Jika DAS rusak, desa tidak lagi aman.
Jika ekspansi industri dibiarkan tanpa batas, banjir bandang bukan lagi peristiwa langka, tetapi risiko tahunan.
Semoga kesedihan yang terjadi di Batang Toru menjadi titik balik. Kita tidak bisa memanggil kembali pepohonan yang hilang, tetapi kita bisa menghentikan kerusakan berikutnya.
Menjaga lingkungan berarti menjaga hidup kita sendiri.

Comments
Post a Comment