Active Listening Call Center Indonesia
Jangan pernah berpikir kalau bisa ngomong bahasa Inggris artinya otomatis jago active listening. Kenyataannya, banyak agen call center yang gagal membangun koneksi cuma karena satu hal: enggak benar-benar mendengarkan.
Mau SkorTinggi? Aktifkan Telinga dan Rasa!
Bukan karena malas, tapi karena enggak sadar bahwa mendengarkan pelanggan itu lebih dari sekadar paham kata-katanya—harus bisa nangkap nadanya juga.
Apa Itu Active Listening dan Kenapa Penting Buat Agen Call Center?
Active listening bukan sekadar "dengerin" sambil nunggu giliran bicara. Ini soal menyimak dengan niat. Dengan kemampuan ini, agen bisa:
- Menyelesaikan konflik dengan cepat
- Menghindari miskomunikasi
- Meningkatkan kepercayaan pelanggan
- Dapat skor survei bagus dan bonus performa
Tapi, bagaimana caranya?
Paralanguage: Bahasa yang Tak Terucap Tapi Terdengar
Kalau komunikasi tatap muka punya gerak tubuh dan ekspresi wajah, komunikasi via telepon punya yang namanya paralanguage.
Contoh simpel:
“Ada SALE besok.” (fokus di kata “SALE”, excited)
“Ada SALE besok.” (fokus di kata “besok”, mungkin kecewa)
Sama-sama pakai kata yang sama, tapi maknanya bisa beda total. Inilah kekuatan paralanguage.
Tanda-Tanda Pelanggan Kesal Itu Bukan Mitos
Dalam percakapan call center, tanda pelanggan frustrasi bisa dikenali lewat:
Desahan panjang
Artinya: pelanggan capek, kesal, atau tidak sabar.
Nada tinggi atau berteriak
Tandanya mereka udah di ujung kesabaran. Harus cepat tanggap, hindari basa-basi.
Nada datar dan lambat
Hati-hati, bisa jadi sarkastik. Misalnya saat pelanggan bilang, “Terima kasih, saya sangat senang,” tapi suaranya datar. Jangan terkecoh—ini bukan pujian.
Non-Lexical Sounds: Eh, Ah, Hmm, dan Kawan-Kawan
Ada juga yang namanya non-lexical conversational sounds. Ini adalah suara-suara seperti “hmm”, “uh-huh”, “ah”, “oh”, yang biasanya:
Menunjukkan pelanggan sedang berpikir
Menandakan pelanggan mendengarkan
Jadi sinyal bahwa agen juga menyimak
Sebagai agen, bisa juga digunakan untuk menunjukkan keterlibatan tanpa menyela pembicaraan.
Catat, Jangan Ngafal
Kalau pelanggan sudah bicara panjang lebar dan kamu cuma mengangguk-angguk di depan monitor, bisa jadi setengah isi obrolan menguap. Makanya, biasakan mencatat poin penting:
Kata kunci seperti: hilang, telat, ganti barang
Tenggat waktu: “mau sebelum Senin”
Keinginan utama pelanggan
Dari situ tinggal susun rencana: langkah 1 apa, langkah 2 gimana, dan seterusnya.
Respons yang Tepat = Bukti Kamu Mendengarkan
Enggak cukup cuma paham isi cerita. Harus bisa menanggapi secara pas:
Butuh klarifikasi? Ajukan pertanyaan yang belum dijawab, bukan yang sudah jelas.
Pelanggan sedang curhat? Tunjukkan empati. Bisa pakai kalimat, “Saya mengerti ini pasti bikin frustrasi.”
Pelanggan cuma basa-basi? Tanggapi juga, walau singkat.
Latihan Supaya Peka Nonverbal? Dengerin Audiobook!
Tips jitu buat melatih kemampuan menangkap emosi lewat suara: dengarkan audiobook, terutama novel. Di sana banyak nuansa suara, dari sedih, marah, sampai antusias. Ini bisa bantu melatih telinga untuk lebih peka, apalagi kalau ceritanya penuh konflik.
Jangan Cuma Dengar—Tafsirkan, Rasakan, dan Tanggapi
Active listening itu seperti seni. Harus melibatkan pikiran dan hati. Ketika agen bisa menangkap emosi lewat suara, memahami konteks lewat nada, dan menanggapi dengan cara yang empatik—di situlah kualitas layanan akan terasa.
Jadi, mulai sekarang... Jangan cuma fokus ke skrip. Dengarkan betul-betul. Kadang, informasi terpenting bukan ada di kata-kata, tapi di cara kata itu diucapkan.
Comments
Post a Comment